Senin, 22 Juni 2015

Memutuskan untuk Berjilbab

Memutuskan berjilbab bisa jadi adalah sebuah keputusan yang luar biasa. Namun tidak bagi saya. Saya lahir dari keluarga muslim yang walaupun saat itu kedua orang tua saya pun tidak mewajibkan saya berjilbab, dulu. Saya sedari kecil memakai jilbab hanya sekedar pada acara-acara tertentu atau momen-momen tertentu, waktu ngaji misalnya atau lebaran, atau pesantren kilat. Selebihnya saya tidak berjilbab, asik dengan gaya saya yang tomboy saat itu.  Dan Lita kecil pun beranjak remaja. Memasuki SMP, Ibu pernah menanyakan ke saya “Mbak, kamu mau pake jilbab gak? Kalau mau nanti seragamnya dipesankan untuk yang pake jilbab”. Karena memasuki SMP berarti kita akan mendapat seragam baru, dan di sekolah memang sejak penerimaan memberikan pilihan seragam pendek atau panjang (untuk berjilbab). Saya tidak serius menanggapi pertanyaan Ibu waktu itu, dan hanya menjawab sekenanya “Ah, enggak ah temen-temen juga gak pesen yang pake jilbab”. Alasan saya waktu itu teman saya belum ada yang berjilbab.
 


Mulailah dari alasan sederhana
Jilbab berlalu begitu saja hingga saya memasuki kelas 2 SMP. Teman kecil saya (dia sekolahnya di bawah saya 1 tahun) sewaktu memasuki SMP memutuskan berjilbab.  Jadi ketika saya kelas 2 SMP, dia masuk SMP dan memutuskan berjilbab. Lantas saya berfikiran untuk berjilbab. Namun seperti biasa pikiran itu hanya selayang saja lewat dipikiran saya, dan saya belum juga berjilbab. Hingga kelas 3 SMP, saya yang mungkin saat itu memasuki pubertas, merasa perempuan yang berjilbab terlihat cantik dan anggun. Dan karena alasan sederhana itu saya akhirnya berjilbab. Yeay! 

Saya tidak memikirkan secara jauh kenapa saya berjilbab, bagaimana nanti jika berjilbab, bagaimana seragam saya yang terlanjur pendek, bagaimana saya perpenampilan jika keluar rumah. Yang saya tahu berjilbab memang wajib bagi perempuan, dan saya ingin berjilbab, saya akhirnya berjilbab. Namun lucunya, saat itu saya hanya punya 1 seragam yang panjang, hanya seragam pramuka. Hari-hari awal berjilbab saya hanya berjilbab di hari Jumat dan jika saya bepergian, selebihnya masih tidak. Lucu ya, bagaimana bisa jilbab pake lepas pake lepas begitu. Tapi karena saya ingin berjilbab ya saya pakai saja. Hingga akhirnya saya mantap berjilbab saat SMA, seragam saya sudah panjang semua. :D

Selepas lulus SMA, saya pindah ke UI. Di UI banyak sekali perempuan berjilbab, dan jilbabnya panjang. Awal mula saya lihat mbak-mbak yang berjilbab panjang pikiran saya adalah pasti mbaknya ilmu agamanya bagus, pasti mbaknya akhlaknya udah bagus, mbaknya pasti baik deh, tapi itu apa gak panasnya, duh ya rempong gitu pakenya di-double gitu, dan pikiran-pikiran sesat lainnya. Bahkan pertanyaan datang dari salah satu teman laki-laki  saya, “Lit, nanti lo akan berjilbab kaya Mbak-mbak itu juga?”. Saya jawab aja sambil lalu, “Ya kali gue kaya gitu”. Sampai saya mengikuti mentoring, dan pengajarnya adalah senior saya di jurusan, namanya Mbak Ajeng. Mbaknya Ajeng berjilbab panjang. Sekali sesi saya lihatnya masih biasa saja, ketiga, keempat, lama kelamaan, adem ya liat orang pake kerudung kaya Mbak Ajeng. Jadi terlihat tambah anggun. Saya jadi ingin memperbaiki jilbab saya. Dan mulailah saya memanjangkan jilbab saya, jilbab yang ada aja dulu pikir saya. Saya mulai berganti dengan rok, rok-rok saya masih nuansa jeans sampai sekarang. Saya mulai pakai kaos kaki, walaupun sampai sekarang masih suka nakal untuk hal yang satu ini. Saya belajar untuk berubah, perlahan-lahan. 

Saya menyadari bahwa ternyata berubah apalagi dalam memakai jilbab bukanlah hal yang mudah, tapi juga tidak sesusah itu. Kita seringkali butuh alasan-alasan luar biasa untuk akhirnya berjilbab. Kita dihantui oleh ketakutan-ketakutan jika kita berjilbab, yang harusnya kita sadar bahwa ketakutan itu adalah ketakutan yang kita ciptakan sendiri yang bahkan belum terjadi. Mulailah dari alasan sederhana, sesederhana untuk menyayangi dirimu, sesederhana untuk membahagiakan diri, sesederhana menutup auratmu, sesederhana untuk menjaga diri. Percayalah tidak akan muncul kesedihan hanya karena dirimu berjilbab teman. Allah akan limpahkan keberkahan tak terkira untuk hambanya yang memenuhi 
perintahnya. 

Mulailah dari alasan sederhana, sesederhana untuk menyayangi dirimu, sesederhana untuk membahagiakan diri, sesederhana menutup auratmu, sesederhana untuk menjaga diri. 

Jilbab itu menjagamu
Semakin saya berjilbab semakin saya sadar kebutuhan saya, mengapa saya berjilbab, apa pentingnya saya berjilbab, mengapa Allah memerintahkan hambanya memenuhi perintahnya untuk berjilbab. Lebih dari itu bukan karena saya baik lantas saya berjilbab, karena jilbab itu hal yang baik maka saya berjilbab. Salah jika kita ingin kita menjadi baik dulu, atau banyak yang beristilah menjilbabkan hati baru berjilbab. Sungguh yang menjagamu adalah jilbabmu. Jilbab menstimulus saya untuk menjadi lebih baik. Jilbab mendorong saya melakukan kebaikan, mendorong saya mencontohkan hal yang baik. Jilbab itu akan menjagamu. Menjagamu dari panasnya matahari, menjagamu dari apa-apa yang tidak pantas.  Jilbab itu sederhana anggun dan cantik.
Di akhir tulisan ini saya ingin mengucapkan terima kasih untuk semua yang mendorong saya berjilbab, terima kasih telah menunjukan kebaikan Allah yang satu ini. Terima kasih juga telah membuat saya menulis.

Salam,
Nurlita Dewi Ramadhani


Tidak ada komentar:

Posting Komentar