Memutuskan
berjilbab bisa jadi adalah sebuah keputusan yang luar biasa. Namun tidak bagi
saya. Saya lahir dari keluarga muslim yang walaupun saat itu kedua orang tua
saya pun tidak mewajibkan saya berjilbab, dulu. Saya sedari kecil memakai
jilbab hanya sekedar pada acara-acara tertentu atau momen-momen tertentu, waktu
ngaji misalnya atau lebaran, atau pesantren kilat. Selebihnya saya tidak
berjilbab, asik dengan gaya saya yang tomboy saat itu. Dan Lita kecil pun beranjak remaja. Memasuki
SMP, Ibu pernah menanyakan ke saya “Mbak, kamu mau pake jilbab gak? Kalau mau
nanti seragamnya dipesankan untuk yang pake jilbab”. Karena memasuki SMP
berarti kita akan mendapat seragam baru, dan di sekolah memang sejak penerimaan
memberikan pilihan seragam pendek atau panjang (untuk berjilbab). Saya tidak
serius menanggapi pertanyaan Ibu waktu itu, dan hanya menjawab sekenanya “Ah,
enggak ah temen-temen juga gak pesen yang pake jilbab”. Alasan saya waktu itu
teman saya belum ada yang berjilbab.
Mulailah dari alasan sederhana
Jilbab
berlalu begitu saja hingga saya memasuki kelas 2 SMP. Teman kecil saya (dia
sekolahnya di bawah saya 1 tahun) sewaktu memasuki SMP memutuskan berjilbab. Jadi ketika saya kelas 2 SMP, dia masuk SMP
dan memutuskan berjilbab. Lantas saya berfikiran untuk berjilbab. Namun seperti
biasa pikiran itu hanya selayang saja lewat dipikiran saya, dan saya belum juga
berjilbab. Hingga kelas 3 SMP, saya yang mungkin saat itu memasuki pubertas,
merasa perempuan yang berjilbab terlihat cantik dan anggun. Dan karena alasan
sederhana itu saya akhirnya berjilbab. Yeay!
Saya
tidak memikirkan secara jauh kenapa saya berjilbab, bagaimana nanti jika
berjilbab, bagaimana seragam saya yang terlanjur pendek, bagaimana saya
perpenampilan jika keluar rumah. Yang saya tahu berjilbab memang wajib bagi
perempuan, dan saya ingin berjilbab, saya akhirnya berjilbab. Namun lucunya,
saat itu saya hanya punya 1 seragam yang panjang, hanya seragam pramuka. Hari-hari
awal berjilbab saya hanya berjilbab di hari Jumat dan jika saya bepergian,
selebihnya masih tidak. Lucu ya, bagaimana bisa jilbab pake lepas pake lepas
begitu. Tapi karena saya ingin berjilbab ya saya pakai saja. Hingga akhirnya
saya mantap berjilbab saat SMA, seragam saya sudah panjang semua. :D
Selepas
lulus SMA, saya pindah ke UI. Di UI banyak sekali perempuan berjilbab, dan
jilbabnya panjang. Awal mula saya lihat mbak-mbak yang berjilbab panjang
pikiran saya adalah pasti mbaknya ilmu agamanya bagus, pasti mbaknya akhlaknya
udah bagus, mbaknya pasti baik deh, tapi itu apa gak panasnya, duh ya rempong
gitu pakenya di-double gitu, dan pikiran-pikiran sesat lainnya. Bahkan pertanyaan
datang dari salah satu teman laki-laki
saya, “Lit, nanti lo akan berjilbab kaya Mbak-mbak itu juga?”. Saya
jawab aja sambil lalu, “Ya kali gue kaya gitu”. Sampai saya mengikuti
mentoring, dan pengajarnya adalah senior saya di jurusan, namanya Mbak Ajeng.
Mbaknya Ajeng berjilbab panjang. Sekali sesi saya lihatnya masih biasa saja,
ketiga, keempat, lama kelamaan, adem ya liat orang pake kerudung kaya Mbak Ajeng.
Jadi terlihat tambah anggun. Saya jadi ingin memperbaiki jilbab saya. Dan
mulailah saya memanjangkan jilbab saya, jilbab yang ada aja dulu pikir saya.
Saya mulai berganti dengan rok, rok-rok saya masih nuansa jeans sampai
sekarang. Saya mulai pakai kaos kaki, walaupun sampai sekarang masih suka nakal
untuk hal yang satu ini. Saya belajar untuk berubah, perlahan-lahan.
Saya
menyadari bahwa ternyata berubah apalagi dalam memakai jilbab bukanlah
hal yang
mudah, tapi juga tidak sesusah itu. Kita seringkali butuh alasan-alasan
luar
biasa untuk akhirnya berjilbab. Kita dihantui oleh ketakutan-ketakutan
jika
kita berjilbab, yang harusnya kita sadar bahwa ketakutan itu adalah
ketakutan
yang kita ciptakan sendiri yang bahkan belum terjadi. Mulailah dari
alasan sederhana, sesederhana untuk menyayangi dirimu, sesederhana
untuk membahagiakan diri, sesederhana menutup auratmu, sesederhana untuk
menjaga diri. Percayalah tidak akan muncul kesedihan hanya karena dirimu
berjilbab teman. Allah akan limpahkan keberkahan tak terkira untuk
hambanya
yang memenuhi
perintahnya.
Mulailah dari alasan sederhana, sesederhana untuk menyayangi dirimu, sesederhana untuk membahagiakan diri, sesederhana menutup auratmu, sesederhana untuk menjaga diri.
Jilbab itu menjagamu
Semakin
saya berjilbab semakin saya sadar kebutuhan saya, mengapa saya berjilbab, apa
pentingnya saya berjilbab, mengapa Allah memerintahkan hambanya memenuhi
perintahnya untuk berjilbab. Lebih dari itu bukan karena saya baik lantas saya
berjilbab, karena jilbab itu hal yang baik maka saya berjilbab. Salah jika kita
ingin kita menjadi baik dulu, atau banyak yang beristilah menjilbabkan hati
baru berjilbab. Sungguh yang menjagamu adalah
jilbabmu. Jilbab menstimulus saya untuk
menjadi lebih baik. Jilbab mendorong saya melakukan kebaikan, mendorong saya
mencontohkan hal yang baik. Jilbab itu akan menjagamu. Menjagamu dari panasnya
matahari, menjagamu dari apa-apa yang tidak pantas. Jilbab itu sederhana anggun dan cantik.
Di akhir tulisan ini saya
ingin mengucapkan terima kasih untuk semua yang mendorong saya berjilbab,
terima kasih telah menunjukan kebaikan Allah yang satu ini. Terima kasih juga
telah membuat saya menulis.
Salam,
Nurlita Dewi Ramadhani
Tidak ada komentar:
Posting Komentar