Selasa, 17 Februari 2015

Kilas Balik 2014 (20 tahun)

Dalam beberapa jam kedepan usia saya akan segera bertambah, memasuki kepada dua dengan imbuhan angka satu dibelakangnya. Sedari pagi saya bangun bayangan 20 tahun yang sudah saya lewati muncul satu persatu, bagaimana masa kecil saya, hingga bagaimana saya menghabiskan usia 20 saya. Kalau ditanya bagaimana 20 mu? Usia 20 itu rasanya terlalu nano-nano. Ya, rame rasanya. Saya sendiri bingung menggambarkannya. Usia 20 kemarin atau bahkan hingga hari ini adalah masa-masa transisi saya, masa transisi dari dari mahasiswa jadi anak magang yang kemudian melewati probation dan akhirnya menjadi pegawai tetap, masa transisi dari full time student menjadi part time student and worker, masa transisi menyelesaikan kepengurusan yayasan, hingga masa transisi saya meninggalkan Depok dan memilih Kelapa Gading. 

Jika dirangkum 20 tahun atau mungkin 2014 adalah masa di mana, “Decision is never easy”. Tapi kata Patrick Star,Everything will be okay in the end. If it's not okay, it's not the end.” So 2014 is not the end, it’s a starting. Memulai banyak hal baru.
2014 adalah tahun yang sangat nano-nano, tahun yang luar biasa bagi saya. Tulisan ini akan menggambarkan cerita saya sepanjang 2014. 

Januari :
Bulan di mana aktivitas perkuliahan saya berakhir. Saya memasuki semester 6 di mana sudah tidak ada lagi mata kuliah, yang ada hanya magang dan tugas akhir. Tempat magang saya yang pertama adalah kantor ini, MUC, Multi Utama Consultindo. Kantor yang memperkenalkan bagaimana dunia kerja, dan kantor dengan nuansa yang sangat mendekatkan diri pada Allah. Saya berada dibawah tim Dispute yang menangani masalah Pemeriksaan, Keberatan hingga Banding. Januari juga dimulainya dunia per-Swayanaka-an saya dengan amanah baru, Wakadiv PSDM. Kegiatan saya di Swayanaka diawali dengan menjadi Relawan Banjir di Kampung Melayu. 

Februari :
Februari 2014 ini adalah bulan kegalauan magang. Perubahan pendelegasian pekerjaan yang tidak mengalami progress. Hingga akhirnya saya memutuskan untuk meninggalkan MUC dan mencoba tes magang di tempat lain, di divisi yang saya inginkan saat itu, Transfer Pricing DDTC, dan saya diterima. Menandakah babak baru dalam kehidupan saya. Februari juga merubahan bulan special bagi saya, bulan di mana 2 orang terdekat saya berulang tahun, Ibu dan Mas Kiki (adik saya). Tapi Februari 2014 merupakan bulan di mana saya kehilangan Simbok, nenek dari ayah saya. Untuk kedua kalinya saya merasakan rasa kehilangan yang mendalam.
Di bulan ini juga untuk pertama kalinya saya involve dalam program hibah riset. Dengan konsep pemberdayaan komunitas, community based, pemberdayaan Perpajakan bagi UMKM. Tapi sayangnya tidak lolos. :D
Dunia per-Swayanakan saya? Banyak perubahan, jika sebelumnya saya Wakadiv PSDM, terjadi perubahan posisi yang membuat saya berganti menjadi Kadiv Pendidikan. 

Maret :
A new beginning. Saya resmi resign dari MUC dan pindah berkantor di DDTC. Di setiap pilihan selalu ada konsekuensi. Memilih DDTC adalah murni pilihan saya, diterima mungkin pilihan Allah untuk saya. Namun resikonya adalah perpindahan. Ya, karena hidup adalah tentang perpindahan, saya pun menyiapkan perpindahan ini. Letak geografis kantor yang sangat jauh dari domisili saya membuat saya dihadapkan pada pilihan-pilihan sulit (ini lebay). Saya tinggal di Depok, dan kantor di Kelapa Gading. Semua teman-teman menyarankan untuk segera mencari kost di Kelapa Gading. Tapi, saya dasarnya sulit meninggalkan Depok dan memang kekeuh akhirnya memilih melewati Depok-Kelapa Gading dengan berbagai cara yang saya pilih. Minggu pertama saya PP Depok-Kelapa Gading, naik KRL dan ganti angkot 2X. Rasanya? Badan rontok cyiiiiin, tapi saya masih kuat haha J . Minggu kedua saya menginap dirumah teman di Cempaka Putih. Tapi karena tidak enak saya hanya menginap selama 1 minggu. Minggu ketiga, saya memilih tinggal di Halim, dan PP Halim-Kelapa Gading naik busway. Minggu keempat? Jangan ditanya. Setelah semua opsi saya coba saya akhirnya tepar sodara-sodara. Dan langsung memutuskan untuk mencari kost di Kelapa Gading. Kost saya di Depok? Tetap, saya punya 2 kostan saat itu. Saking cintanya sama Depok.
Maret, bulan di mana saya menemukan teman-teman di Jakarta Utara. Yeaay! Semuanya kakak-kakak saya disini. Orang-orang yang menjadikan hari-hari saya lebih berwarna saat Kelapa Gading-Depok terasa jauh. 

April- Mei :
Saya sangat menikmati masa-masa magang, bisa diibaratkan ekspektasi saya terpenuhi. Saya banyak belajar dan berdiskusi. Ilmu transfer pricing adalah ilmu baru yang tidak saya dalami di kampus. Di bulan April ini, saya nomaden, Kelapa Gading-Depok. Menghabiskan weekdays di Kelapa Gading, dan weekend di Depok. Ya, menikmati pilihan yang sudah saya ambil.
Pada bulan ini saya mulai mengerjakan Tugas Akhir (TA) saya dengan kasus yang saya ambil di DDTC. Susah ternyata membagi waktu magang dan mengerjakan TA.
Apa kabarnya TA? Masih nangkring tanpa progress. Dikerjakan menjelang deadline. 

Juni :
Pada 20 Juni 2014, saya dinyatakan lulus oleh Penguji, Dr.Ning Rahayu. Setelah melewati pengerjaan yang dibarengi dengan magang, ditinggal dosbing ke Singapura hingga harus bimbingan di kantor dosbing saya, di Gedung BEI, akhirnya TA saya dinyatakan lulus uji. Saya adalah mahasiswa terakhir yang dinyatakan lulus di jurusan.
Tapi TA hanya salah satu tangga yang telah saya lewati. Tangga lain telah menunggu, Pendaftaran Ekstensi. Jurusan yang saya pilih adalah Manajemen Salemba UI, dengan kemungkinan kombinasi, kerja Kelapa Gading dan kuliah di Salemba. Sebagai cadangan saya juga mendaftar di Akuntansi UNJ. 

Juli :
Bulan Ramadhan datang. Nuansa yang saya rasakan pun berbeda. Ramadhan pertama yang saya nikmati dengan bekerja. Tapi saya bersyukur kantor memfasilitasi aktivitas yang mendukung, sesi kultum setiap dhuhur, pengajian setiap Jumat dan buka bersama yang hampir setiap hari.
Namun di Juli ini saya merasakan di mana menomorsatukan keluarga menjadi hal yang sangat mahal. Berhubung masih dalam masa probation saya tidak mendapatkan cuti, dan hanya bisa menikmati libur Idul Fitri selama 7 hari. 

Agustus :
Seminggu setelah pulang adalah momen mendebarkan, ujian SIMAK EKSTENSI. Bermodalkan fotocopyan soal dan info dari berbagai pihak saya berusaha memaksimalkan waktu-waktu belajar saya. Saat itu saya sangat takut seandainya tidak diterima. Ketakutan yang saya ciptakan sendiri. Namun ada Bapak yang menenangkan, “Udah Mbak tenang aja, kalau memang rezekinya kuliah tahun ini Allah pasti memudahkan jalannya. Percaya aja”. Dan saya pun akhirnya melewati ujian tersebut. Selang waktu ujian dan pengumuman hanya berselang 7 hari. Dan surprisingly, saya dinyatakan lulus. Alhamdulilah ala kulli haaal.
Di bulan ini, saya resmi lulus dan wisuda dari Kampus Kuning, dan menjadi salah satu alumni yang seminggu kemudian menjadi mahasiswa (lagi).

September-November :
Dua minggu setelah pengumuman atau dua hari setelah wisuda saya kembali menjadi mahasiswa, dan mulai berkuliah di kelas Ekstensi FE UI Salemba. Memulai masa dari full time student menjadi part time student and worker.
Mungkin bagian ini akan saya ceritakan sendiri (nanti). 
Saya sangat bersyukur bisa menikmati saat-saat saya berkuliah selepas kerja, setiap Senin-Jumat yang terkadang bonus asistensi di hari Sabtu. Teman baru, dosen baru, mata kuliah baru, persaingan baru, tempat nongkrong baru, UTS, UAS sampai IPK, semuanya serasa martabak manis. 

Desember :
Yap, the end of year. Meskipun telah banyak melewati perubahan, saya merasa stagnan. Tidak ada yang benar-benar berubah dari saya yang dulu hingga sekarang. Profesi&karier, kuliah, kehidupan sosial, semuanya stagnan. Saya seringkali khawatir akan kemungkinan-kemungkinan yang saya pikir akan terjadi, takut mengambil keputusan dan mengulur-ulur waktu.
Namun ada sesuatu yang menyadarkan saya yaitu saat kunjungan saya dan teman-teman Swayanaka ke Kandank Jurank Doank. Di sesi diskusinya saya bertanya seperti ini, “Om Dik, bagaimana cara kita yakin atas pilihan yang kita pilih? Kita terkadang merasa lebih baik di A tetapi kondisi membuat kita memilih B”.
Apa jawaban Om Dik? Saya benar-benar dibuat tertohok oleh jawaban beliau. “Kita hanya manusia, jangan sesekali merasa takut atas penilaian-penilaian yang kita buat sendiri. Tundukan ego, banyak berserah pada Allah, deketin Allah. Pasti Allah akan menunjukan jalan-Nya melalui cara yang tidak terduga-duga”

Itulah cerita saya sepanjang 2014. Lebih dari segalanya saya berterima kasih kepada Allah atas setiap rencana-Nya dalam hidup saya. 

Dan beberapa jam menjelang pertambahan usia saya, saya hanya berdoa semoga Allah menunjukan jalan yang paling baiiiiik. Jalan apa? Jalan ke masa depan.
Amiiiiin, yaa Rabbal Alamiin.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar