Dalam beberapa jam kedepan usia saya akan segera bertambah,
memasuki kepada dua dengan imbuhan angka satu dibelakangnya. Sedari pagi saya
bangun bayangan 20 tahun yang sudah saya lewati muncul satu persatu, bagaimana
masa kecil saya, hingga bagaimana saya menghabiskan usia 20 saya. Kalau ditanya
bagaimana 20 mu? Usia 20 itu rasanya terlalu nano-nano. Ya, rame rasanya. Saya
sendiri bingung menggambarkannya. Usia 20 kemarin atau bahkan hingga hari ini
adalah masa-masa transisi saya, masa transisi dari dari mahasiswa jadi anak
magang yang kemudian melewati probation dan akhirnya menjadi pegawai tetap,
masa transisi dari full time student menjadi part time student and worker, masa
transisi menyelesaikan kepengurusan yayasan, hingga masa transisi saya
meninggalkan Depok dan memilih Kelapa Gading.
Jika dirangkum 20 tahun atau mungkin 2014 adalah masa di
mana, “Decision is never easy”. Tapi kata Patrick Star, “Everything will be okay in the end. If
it's not okay, it's not the end.” So 2014 is not the end, it’s a starting.
Memulai banyak hal baru.
2014 adalah tahun yang sangat nano-nano,
tahun yang luar biasa bagi saya. Tulisan ini akan menggambarkan cerita saya
sepanjang 2014.
Januari :
Bulan di mana aktivitas perkuliahan saya berakhir.
Saya memasuki semester 6 di mana sudah tidak ada lagi mata kuliah, yang ada
hanya magang dan tugas akhir. Tempat magang saya yang pertama adalah kantor
ini, MUC, Multi Utama Consultindo. Kantor yang memperkenalkan bagaimana dunia
kerja, dan kantor dengan nuansa yang sangat mendekatkan diri pada Allah. Saya
berada dibawah tim Dispute yang menangani masalah Pemeriksaan, Keberatan hingga
Banding. Januari juga dimulainya dunia per-Swayanaka-an saya dengan amanah
baru, Wakadiv PSDM. Kegiatan saya di Swayanaka diawali dengan menjadi Relawan
Banjir di Kampung Melayu.
Februari :
Februari 2014 ini adalah bulan kegalauan
magang. Perubahan pendelegasian pekerjaan yang tidak mengalami progress. Hingga
akhirnya saya memutuskan untuk meninggalkan MUC dan mencoba tes magang di
tempat lain, di divisi yang saya inginkan saat itu, Transfer Pricing DDTC, dan
saya diterima. Menandakah babak baru dalam kehidupan saya. Februari juga
merubahan bulan special bagi saya, bulan di mana 2 orang terdekat saya berulang
tahun, Ibu dan Mas Kiki (adik saya). Tapi Februari 2014 merupakan bulan di mana
saya kehilangan Simbok, nenek dari ayah saya. Untuk kedua kalinya saya
merasakan rasa kehilangan yang mendalam.
Di bulan ini juga untuk pertama kalinya saya
involve dalam program hibah riset. Dengan konsep pemberdayaan komunitas,
community based, pemberdayaan Perpajakan bagi UMKM. Tapi sayangnya tidak lolos.
:D
Dunia per-Swayanakan saya? Banyak perubahan,
jika sebelumnya saya Wakadiv PSDM, terjadi perubahan posisi yang membuat saya
berganti menjadi Kadiv Pendidikan.
Maret :
A new beginning. Saya resmi resign dari MUC
dan pindah berkantor di DDTC. Di setiap pilihan selalu ada konsekuensi. Memilih
DDTC adalah murni pilihan saya, diterima mungkin pilihan Allah untuk saya.
Namun resikonya adalah perpindahan. Ya, karena hidup adalah tentang
perpindahan, saya pun menyiapkan perpindahan ini. Letak geografis kantor yang
sangat jauh dari domisili saya membuat saya dihadapkan pada pilihan-pilihan
sulit (ini lebay). Saya tinggal di Depok, dan kantor di Kelapa Gading. Semua
teman-teman menyarankan untuk segera mencari kost di Kelapa Gading. Tapi, saya
dasarnya sulit meninggalkan Depok dan memang kekeuh akhirnya memilih melewati
Depok-Kelapa Gading dengan berbagai cara yang saya pilih. Minggu pertama saya
PP Depok-Kelapa Gading, naik KRL dan ganti angkot 2X. Rasanya? Badan rontok
cyiiiiin, tapi saya masih kuat haha J . Minggu kedua saya
menginap dirumah teman di Cempaka Putih. Tapi karena tidak enak saya hanya
menginap selama 1 minggu. Minggu ketiga, saya memilih tinggal di Halim, dan PP
Halim-Kelapa Gading naik busway. Minggu keempat? Jangan ditanya. Setelah semua
opsi saya coba saya akhirnya tepar sodara-sodara. Dan langsung memutuskan untuk
mencari kost di Kelapa Gading. Kost saya di Depok? Tetap, saya punya 2 kostan
saat itu. Saking cintanya sama Depok.
Maret, bulan di mana saya menemukan
teman-teman di Jakarta Utara. Yeaay! Semuanya kakak-kakak saya disini. Orang-orang
yang menjadikan hari-hari saya lebih berwarna saat Kelapa Gading-Depok terasa
jauh.
April- Mei :
Saya sangat menikmati masa-masa magang, bisa
diibaratkan ekspektasi saya terpenuhi. Saya banyak belajar dan berdiskusi. Ilmu
transfer pricing adalah ilmu baru yang tidak saya dalami di kampus. Di bulan
April ini, saya nomaden, Kelapa Gading-Depok. Menghabiskan weekdays di Kelapa
Gading, dan weekend di Depok. Ya, menikmati pilihan yang sudah saya ambil.
Pada bulan ini saya mulai mengerjakan Tugas
Akhir (TA) saya dengan kasus yang saya ambil di DDTC. Susah ternyata membagi
waktu magang dan mengerjakan TA.
Apa kabarnya TA? Masih nangkring tanpa
progress. Dikerjakan menjelang deadline.
Juni :
Pada 20 Juni 2014, saya dinyatakan lulus oleh
Penguji, Dr.Ning Rahayu. Setelah melewati pengerjaan yang dibarengi dengan
magang, ditinggal dosbing ke Singapura hingga harus bimbingan di kantor dosbing
saya, di Gedung BEI, akhirnya TA saya dinyatakan lulus uji. Saya adalah
mahasiswa terakhir yang dinyatakan lulus di jurusan.
Tapi TA hanya salah satu tangga yang telah
saya lewati. Tangga lain telah menunggu, Pendaftaran Ekstensi. Jurusan yang
saya pilih adalah Manajemen Salemba UI, dengan kemungkinan kombinasi, kerja
Kelapa Gading dan kuliah di Salemba. Sebagai cadangan saya juga mendaftar di
Akuntansi UNJ.
Juli :
Bulan Ramadhan datang. Nuansa yang saya rasakan
pun berbeda. Ramadhan pertama yang saya nikmati dengan bekerja. Tapi saya
bersyukur kantor memfasilitasi aktivitas yang mendukung, sesi kultum setiap
dhuhur, pengajian setiap Jumat dan buka bersama yang hampir setiap hari.
Namun di Juli ini saya merasakan di mana
menomorsatukan keluarga menjadi hal yang sangat mahal. Berhubung masih dalam
masa probation saya tidak mendapatkan cuti, dan hanya bisa menikmati libur Idul
Fitri selama 7 hari.
Agustus :
Seminggu setelah pulang adalah momen
mendebarkan, ujian SIMAK EKSTENSI. Bermodalkan fotocopyan soal dan info dari
berbagai pihak saya berusaha memaksimalkan waktu-waktu belajar saya. Saat itu
saya sangat takut seandainya tidak diterima. Ketakutan yang saya ciptakan
sendiri. Namun ada Bapak yang menenangkan, “Udah Mbak tenang aja, kalau memang
rezekinya kuliah tahun ini Allah pasti memudahkan jalannya. Percaya aja”. Dan
saya pun akhirnya melewati ujian tersebut. Selang waktu ujian dan pengumuman
hanya berselang 7 hari. Dan surprisingly, saya dinyatakan lulus. Alhamdulilah
ala kulli haaal.
Di bulan ini, saya resmi lulus dan wisuda
dari Kampus Kuning, dan menjadi salah satu alumni yang seminggu kemudian
menjadi mahasiswa (lagi).
September-November :
Dua minggu setelah pengumuman atau dua hari
setelah wisuda saya kembali menjadi mahasiswa, dan mulai berkuliah di kelas
Ekstensi FE UI Salemba. Memulai masa dari full time student menjadi part
time student and worker.
Mungkin bagian ini akan saya ceritakan sendiri (nanti).
Saya sangat bersyukur bisa menikmati saat-saat saya
berkuliah selepas kerja, setiap Senin-Jumat yang terkadang bonus asistensi di
hari Sabtu. Teman baru, dosen baru, mata kuliah baru, persaingan baru, tempat
nongkrong baru, UTS, UAS sampai IPK, semuanya serasa martabak manis.
Desember :
Yap, the end of year. Meskipun telah banyak melewati
perubahan, saya merasa stagnan. Tidak ada yang benar-benar berubah dari saya
yang dulu hingga sekarang. Profesi&karier, kuliah, kehidupan sosial,
semuanya stagnan. Saya seringkali khawatir akan kemungkinan-kemungkinan yang
saya pikir akan terjadi, takut mengambil keputusan dan mengulur-ulur waktu.
Namun ada sesuatu yang menyadarkan saya yaitu saat kunjungan
saya dan teman-teman Swayanaka ke Kandank Jurank Doank. Di sesi diskusinya saya
bertanya seperti ini, “Om Dik, bagaimana cara kita yakin atas pilihan yang kita
pilih? Kita terkadang merasa lebih baik di A tetapi kondisi membuat kita
memilih B”.
Apa jawaban Om Dik? Saya benar-benar dibuat tertohok oleh
jawaban beliau. “Kita hanya manusia, jangan sesekali merasa takut atas
penilaian-penilaian yang kita buat sendiri. Tundukan ego, banyak berserah pada
Allah, deketin Allah. Pasti Allah akan menunjukan jalan-Nya melalui cara yang
tidak terduga-duga”
Itulah cerita saya sepanjang 2014. Lebih dari segalanya saya
berterima kasih kepada Allah atas setiap rencana-Nya dalam hidup saya.
Dan beberapa jam menjelang pertambahan usia saya, saya hanya
berdoa semoga Allah menunjukan jalan yang paling baiiiiik. Jalan apa? Jalan ke
masa depan.
Amiiiiin, yaa Rabbal Alamiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar